Garam Tercemar Plastik Mikro
Setelah plastik mikro ditemukan pada pencernaan ikan di Indonesia, penelitian terbaru menunjukkan bahwa garam tradisional juga tercemar partikel kimia beracun ini.
Penelitian
tentang cemaran plastik mikro pada garam dilakukan akademisi dari Universitas
Hasanuddin, Makasar, dan baru-baru ini dipublikasikan di Global Journal of Environmental Science and Management. Tim
peneliti menemukan plastik mikro di kolam penghasil garam, sampel air laut,
sedimen, dan garam yang baru dipanen di Pellengu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi
Selatan. “Garam yang diproduksi di Jeneponto itu lebih dari 95 persen untuk
kepentingan dapur masyarakat dan hanya 5 persen untuk industri,” kata Akbar
Tahir, Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, yang memimpin
studi itu. Anggota tim peneliti ialah M F Samawi, dan S Werorilangi dari
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas serta P Taba dari Program Studi
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unhas.
Tujuh sampel
garam yang diteliti positif mengandung plastik mikro dengan total kontaminasi
58,3 persen. Adapun dari 16 sampel air laut yang diteliti, ditemukan 31
partikel plastik mikro pada 11 sampel. Total tingkat kontaminasinya 68,75
persen. Untuk sedimen, dari 16 sampel yang diteliti, ditemukan 41 partikel plastik
mikro dengan tingkat kontaminasi 50 persen. Rata-rata plastik mikro pada air
laut ditemukan berkisar 7-55 item per
liter, sedangkan pada sedimen tambak 14,6 – 50 item per kilogram, dan pada garam 6,7 – 53,3 item per kg. “Ini sudah lampu merah. Ada kemungkinan garam ini juga
mengandung berbagai bahan kimia berbahaya seperti BPA, PBDE atau logam berat,” katanya.
Menurut Akbar, mikro
plastik pada garam lebih dari 53 item per
kg yang terus-menerus dikonsumsi berpotensi menimbulkan dampak kesehatan. “Sangat
mungkin kandungan plastik ukuran nano bisa lebih banyak lagi,” katanya. Plastik
mikro (mikroplastics) adalah partikel
plastik berdiameter kurang dari 5 milimeter (mm) atau sebesar biji wijen hingga
330 mikron (0,33 mm). Adapun plastik nano (nanoplastics)
berukuran lebih kecil dari 330 mikron. Plastik mikro ataupun nano itu terbentuk
dari bahan plastik yang mengalami degradasi di alam, tetapi tak sepenuhnya
terurai.
“Kita butuh
strategi nyata dan praktis untuk memperbaiki kualitas air yang dipakai dalam
industri garam agar kontaminasi mikroplastiknya bisa dikurangi,” katanya. Salah
satu rekomendasinya membuat saringan mikro dengan ukuran 0,1-10 mikrometer.
Penelitian terpisah oleh peneliti kimia laut dan ekotoksikologi Pusat
Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Reza Cordova dan
tim, di tambak di pantai utara Jawa juga ditemukan cemaran plastik mikro pada
garam, rata-rata 10-20 partikel plastik mikro per kilofram garam. Lokasi
penelitian ini di tambak garam Pati, Kudus, Demak dan Rembang.
Reza menduga
plastik mikro pada garam ini berasal dari air laut yang tercemar. Ada juga
kemungkinan masuk setelah pemanenan karena banyak menggunakan plastik. Menurut
Reza, sumber pencemar pada garam ini bisa ditelusuri dengan temuan pencemaran
plastik mikro pada air laut yang dilakukan sebelumnya. Sebagian besar sumber
plastik itu diduga dari plastik sekali pakai, seperti kantong plastik. Ada juga
plastik dari jaring nelayan dan pakaian. Kandungan plastik mikro di air laut ditemukan
di 13 lokasi dan semua tercemar dengan tingkat dari 0,25-10 partikel per meter
kubik. Paling tinggi adalah cemaran plastik mikro di pesisir Jakarta dan
Sulawesi Selatan, yaitu 7,5-10 partikel per meter kubik.
Ancaman
kehidupan
Temuan plastik
pada garam telah menambah panjang daftar bahaya polusi bahan kimia berbahaya
ini terhadap kehidupan. Sejumlah kajian sebelumnya menemukan pencemaran plastik
terjadi di hampir semua sudut Bumi. Misalnya, Steve Allen dari University of
Strathclyde, Inggris dan tim dalam kajiannya di jurnal Nature Geoscience, 15 April 2019, menyebutkan plastik mikro ukuran
kurang dari 5 mm ditemukan di Pegunungan Pyrenees, antara Prancis dan Spanyol
yang terpencil. Temuan partikel pencemar
di pegunungan yang berjarak sekitar 95 km dari kota ini menunjukkan bahwa
plastik mikro bisa tersebar lewat udara.
Tidak hanya
merusak lingkungan, cemaran plastik juga bisa terserap ke organisme. Riset Unhas
dan University of California Davis (2014 dan 2015) menemukan cemaran plastik
mikro di saluran pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan
ikan terbesar di Makassar. Hasil riset dipublikasikan di jurnal Ilmiah
internasional, Nature, September
2015. Riset terpisah oleh Agung Dhamar Syakti dari Universitas Maritim Raja Ali
Haji pada Mei 2018 hingga Januari 2019 itu juga
menemukan kandungan plastik meso dan mikro di perut ikan sembilang (Plotosus canius) atau lele laut di
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Adapun para
peneliti dari National University of Singapore menemukan bahwa plastik ukuran nano
bisa dengan mudah terserap larva organisme laut dan terakumulasi di dalam tubuh
seiring pertumbuhannya. Temuan yang dipublikasikan di jurnal ACS Sustainable Chemistry & Engineering
(2018) ini menjadi bukti penting bahwa sampah plastik telah masuk ke dalam
rantai makanan perairan dan pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap manusia.
(AHMAD ARIF)
Sumber : Kompas,
24 Oktober 2019
Komentar
Posting Komentar