Iklim bagi Rumah Beruang Kutub dan Ikan Nemo

 

Bertepatan dengan awal pelaksanaan KTT Aksi Iklim PBB di New York, Amerika Serikat, September tahun lalu, dewan Panel Ahli Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim atau IPCC mengeluarkan laporan terkait laut dan cryosphere di Monako. Edisi itu melengkapi laporan khusus sebelumnya soal lahan, termasuk hutan dan pertanian. Laporan soal laut dan cryosphere (The Ocean and Cryosphere in a Changing Climate) menyuguhkan fakta dan ancaman dampak perubahan iklim yang kian menakutkan bagi Bumi. Meski tak langsung tertulis dalam laporan itu, ancaman nyata bakal dialami Indonesia sebagai negara kepulauan yang  membentang di area tropis.

Sebagai contoh, penghangatan di daerah tropis akan menyebabkan sejumlah spesies punah atau berimigrasi ke subtropis untuk mencari suhu lebih sesuai. Penghangatan Bumi membuat laut kekurangan oksigen pada perairan Indonesia yang kaya akan ikan. Pada peta dalam laporan itu, perairan sekitar Indonesia tampak merah menandakan perairan jadi miskin oksigen. Itu dikhawatirkan menimbulkan perpindahan ikan sehingga stok ikan turun.

Laporan IPCC ini dikerjakan dalam sekelompok kerja IPCC (Working Grup atau WG I) terkait physical science basis dan WG II terkait adaptasi. Adapun WG III terkait  mitigasi tak dikerjakan. Mitigasi dalam laporan itu, kata Intan Suci Nurhati, pakar paleoklimatologi dan paleoseanografi, hanya berupa potongan-potongan. Hal itu berbeda dengan laporan khusus IPCC sebelumnya soal lahan dan perubahan iklim lengkap melibatkan tiga kelompok kerja. Sebab, laporan terkait lahan itu mengangkat lahan sebagai “korban” dan berperan sebagai solusi perubahan iklim.

“Sementara SROCC (Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing Climate) hanya (melibatkan) WG I dan WG II, membahas ststus dan cara menanggulangi. Mitigasi bukan fokus SROCC,” kata Intan, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), Kamis (3/10/2019), dalam Festival Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta.

 

Terumbu Karang

Dari enam bab SROCC, tiga tema terakhir amat dekat dengan Indonesia. Ketigaya yaitu Bab 4, Keneikan Muka Air Laut dan Implikasi pada Pulau-pulau, Pesisir, dan Komunitas Masyarakat; Bab 5, Perubahan Laut, Ekosistem Laut, dan Komunitas; Bab 6, Kondisi Ekstrem, Perubahan Cepat, dan Pengelolaan Risiko. Semua yang membeku alami di Bumi, seperti gletser dan puncak es, penting diketahui karena berpengaruh pada kehidupan di Indonesia. “Laporan ini mempertemukan beruang kutub dan ikan nemo,” kata Intan yang jadi bagian IPCC. Contohnya, mencairnya es pada kutub berdampak pada kenaikan muka air laut. Artinya, tak hanya habitat “ beruang kutub” yang terkena, tetapi “ikan nemo” sebagai penghuni ekosistem terumbu karang akan turut berdampak.

Ekosistem terumbu karang di perairan hangat, termasuk di Indonesia yang menjadi pusat segitiga terumbu karang dunia, paling rentan terdampak kenaikan suhu. Mangrove jadi terakhir kedua sebelum ekosistem laut dalam yang tahan perubahan itu. “Ini bisa jadi (pertimbangan) mana yang diselamatkan duluan,” kata Intan. Dalam siaran pers IPCC, 25 September 2019, Vice-chair of the IPCC Ko Barret mengatakan, selama beberapa dekade lautan dunia dan cryosphere jadi “penyerap panas” perubahan iklim. Jika fungsi ini tak dipenuhi, alam dan manusia terdampak.

Pada laporan di tulis 100 peneliti dari 36 negera, berbgai “cerita lama” berupa penghangatan, keasaman, deoksigenasi, dan kenaikan muka air laut kembali diungkap ke permukaan. Laporan ini mengumumkan kondisi ekstrem mulai terjadi, antara lain gelombang panas di laut dan perkembangan literturnya amat cepat. Hal itu dikaji LIPI terkait ekosistem paling rentan gelombang panas, yakni terumbu karang. Indonesia butuh kajian  itu sebagai masukan.

Edvin Aldrian, anggota IPPC dari BPPT, menyayangkan laporan itu tak mengeksplorasi soal salju abadi di Gunung Jayawijaya, Papua. Sebab, peneliti tak bisa menjelaskan dampak pencairan puncak salju itu pada ekosistem alam di daratan lebih rendah. Padahal, menurut Direktur Jendral Pengendalian Peubahan Iklim KLHK Ruandha Agung Sugardiman, keajaiban puncak salju di area tropis itu telah jauh berkurang dari 200 kilometer persegi kini tersisa 2 kilometer persegi.

Pada SROCC Summary for Policymaker, hanya disebutkan massa puncak salju kecil di Eropa, Afrika bagian timur, Andes, dan Indonesia diprediksi berkurang lebih dari 80 persen pada 2100 dengan skenario pelepasan emisi tertinggi. Kehilangan cryosphere akan berdampak pada wisata dan aset budaya. Meski Indonesia minum disebut, substansi laporan itu diutarakan Advin membantu posisi Indonesia yang ingin mengegolkan “Blue COP” atau pertemuan para pihak pada Konferensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Chile, Desmber 2019.

Dampak perlakuan

Untuk memperkuat argumen ilmiahnya, riset-riset pengukuran dampak perlakuan pada ekosistem pesisir perlu diperkuat. Contohnya, menanam atau melindungi mangrove di suatu luasan akan berdampak pada mutu ekosistem, lingkungan, atau penyerapan karbon. Laporan khusus ini kembali mengingatkan akan pilihan-pilihan pada laporan IPCC Global Warming of 1,5 Degree Celcius pada 2018. Pilihan bagi para pengambil keputusan yang lebih murah dan berdampak paling minim bagi alam dan manusia yaitu menahan kenaikan suhu agar tak melebihi 1,5 derajat celsius. Itu bisa dilakukan jika penurunan emisi jauh lebih ambisius demi menyelamatkan Bumi dari kehancuran. (Ichwan Susanto)


Sumber : Kompas, 8 Oktober 2019


Komentar

Postingan Populer