Kompleksitas Genetika Asmat Dipetakan

Komplesitas gentika penduduk di wilayah Asmat, Papua mulai dipetakan hal ini untuk melengkapi pemetaan asal-usul dam migrasi manusia Indonesia.

      Tim peneliti genetika populasi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memulai riset di wilayah Asmat yang ada di bagian selatan Provinsi Papua. Kajian itu untuk melengkapi pemetaan asal-usul dan migrasi manusia Indonesia, selain mempelajari kerentanan dan daya tahan terhadap berbagai penyakit terkait genetik. Setelah 15 tahun memetakan gentika manusia Indonesia di wilayah barat dan tengah, mereka sudah mengambil DNA dari 133 suku di 16 pulau di Indonesia. Namun untuk Papua baru dimulai lima tahun terakhir, padahal area itu memiliki sekitar 220 suku dan keragaman tertinggi di Indonesia.

Sejauh ini DNA Papua yang diambil adalah orang Korowai, Kombay, Citak dan Yaqay di Kabupaten Mappi; Walsa dan Fermanggam di Kebupaten Kerom; orang Dani, Sentani dan Serui yang bermukim di sekitar Jayapura; serta Maybrat dan Biak diambil di Sorong; Mek di Epomek dan kali ini di Asmat. “Papua merupakan kawasan amat kompleks. Selain itu, medannya paling berat sehingga butuh perencanaan baik untuk mengumpulkan data di sini,” kata Herawati Supolo Sudono, ahli genetika populasi Lembaga Eijkman, di Agats, ibukota Asmat, Kamis (15/8/2019).

Apalagi sampel yang diteliti terkait materi genetika manusia, dalam hal ini darah. Jadi butuh komunikasi yang baik dengan responden yang umumnya adalah warga terisolasi. Di Asmat, tim mengambil genetik warga dari Kampung Daikot dan Yasuakor, masing-masing 6 dan 7 jam dengan perahu cepat dari kota Agats, ibukota Asmat. Dua kampung itu dihuni warga berbahasa Asmat Daratan. Meski disebut Asmat Daratan, perkampungan itu dikelilingi sungai dan rawa. Menurut Herawati, Papua saat ini jadi lokus riset genetika amat penting karena kajian terbaru menunjukkan mereka memiliki komposisi genetika manusia purba Denisovan 3-5 persen, tertinggi dibandingkan populasi lai di dunia. Denisovan termasuk hominin atau saudara dekat manusia modern (Homo sapiens), sezaman dengan Neanderthal yang lebih dulu meninggalkan Afrika dan punah puluhan ribu tahun lalu.

Tingginya komposisi gen Denisovan karena leluhur Papua ialah kelompok manusia modern (Homo sapiens) pertama yang keluar dari Afrika sejak 70.000 tahun lalu, tiba di Asia Tenggara 50.000 tahun lalu. Pembauran dengen Denisovan disuga terkait saat berimigrasi ke Kepulauan Nusantara. Kajian Tim Eijkman bersama peneliti sejumlah negara yang dipublikasikan di jurnal Cell Press (Maret, 2019) menunjukkan, rantai gen TNFAIP3 dan WDFY2 yang diwarisi orang Papua dari Denisovan berperan penting beradaptasi pada lingkungan. Gen TNFAIP3 penting untuk imunitas pada berbagai parasit dan virus, sedangkan WDFY2 untuk mendorong efisiensi metabolisme lipid atau lemak untuk mendukung pola hidup berburu dan meramu.

 

Komposisi mikrobioma

Peneliti senior Lembaga Eijkman, Safarina G Malik, mengatakan dalam kajian itu, tim mengimpulkan data pengaruh perubahan gaya hidup dan konsumsi warga pada komposisi mikrobioma. “Pola makan dan lingkungan memengaruhi keragaman dan jenis mikrobioma, yang mempengaruhi kesehatan warga,” ungkapnya. Masyarakat Asmat punya kemiripan karakteristik dengan Punan Batu di Kalimantan, yaitu transisi dari pemburu peramu ke modern. Mereka bergantung pada makanan yang didapat dari alam, tapi mengonsumsi makanan dari luar.

Studi mikrobioma pemburu peramu dari area tropis belum banyak dilakukan. Dengan memahami mikrobioma di Asmat, kita bisa memahami dampak perubahan pola makan bagi kesehatan mereka. Ratusan miliar mikroorganisme berupa bakteri, fungi, dan virus tinggal di saluran pencernaan manusia. Semua mikroorganisme di saluran cerna disebut mikrobioma saluran cerna. Komposisi mikrobioma memengaruhi terjadinya diabetes dan penyakit lain.

 

                                                   Sumber : Kompas, 16 Agustus 2019

               


Komentar

Postingan Populer