Sumur Fiktif Ditemukan di Proyek Restorasi Gambut
Belasan ribu sumur bor yang dibangun dengan dana miliaran rupiah di Kalimantan Tengah perlu dicek kembali untuk memastikan sesuai standar dan berfungsi.
Sejumlah sumur bor yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan dari Badan Restorasi Gambut di temukan di Kalimantan Tengah. Akibatnya, keberadaan sumur-sumur bor itu tidak optimal untuk mencegah ataupun memadamkan kebakaran lahan gambut. Sumur bor merupakan salah satu infrastruktur pembasahan lahan gambut yang berfungsi untuk membasahi lahan. Sumur dibuat agar masyarakat mudah mencegah atau memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang masih terus terjadi.
Temuan di Desa Henda, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, sumur bor dibuat asal-asalan. Salah satunya sumur bor di dekat kanal bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar tahun 1995. Lokasinya di Kilometer 69 Jalan Tjilik Riwut. Sumur bor fiktif ini berjarak 20 menit dari jembatan di pinggir jalan Desa Henda. Sekitar 1 kilometer dari bibir kanal di dalam hutan yang terbakar di sana juga ditemukan sumur bor yang ujungnya terbuat dari paralon dalam kondisi meleleh. Pipa paralon tersebut terhubung badan pipa yang terbuat dari besi. Saat pipa diangkat, kedalaman sumur bor itu tidak lebih dari 2 meter. Beton semen di permukaan tanah pun rusak.
“Ini bukan sumur, hanya ditanam pipa saja seperti ini. Bagaimana mau dipakai untuk membasahi lahan,” kata Sekretaris Desa Henda Seil di Pulang Pisau, Minggu (8/9/2019). Seil menambahkan, sedikitnya terdapat tiga lokasi sumur bor fiktif. Selain itu, ia juga menemukan 14 plang yang dibuang begitu saja di semak-semak. Plang itu seharusnya ditanam di samping sumur bor sebagai penanda agar mudah dicari saat dibutuhkan untuk membasahi lahan. Pada palng tertulis TRGD-UMP dan nomor plang berwarna merah.
Ketua Masyarakat Peduli Api Desa Henda Wideni mengungkapkan, pihaknya membuat sumur bor sejak 2017. Namun, plang yang ditemukan di semak-semak itu dibuat kelompok masyarakat lain pada 2018, sesuai dengan pada plang. “Ini bukan sumur bor yang kami buat karena plangnya berbeda. Kami juga sudah memeriksa semuanya dan berfungsi.” Kata Wadeni. Wadeni yang menemukan pertama kali sumur bor fiktif itu dan melaporkan kepada aparatur desa. “Disaat kebakaran terjadi seperti ini, sumur bor sangat penting,” ujarnya.
Kerja Sama
Pada tahun 2018, semua pembangunan, baik infrastruktur maupun paket revitalisasi ekonomi Badan Restorasi Gambut (BRG) RI, dilaksanakan oleh Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD). TRGD Kalteng dibentuk dengan struktur pegawai dari dinas lingkungan hidup (DLH). Kemudian, mereka membuat kerja sama swakelola bersama Universitas Palangka Raya (UPR) dan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP). Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran DLH Kalteng, yang juga anggota TRGD, Arianto mengungkapkan pihaknya sudah ke lokasi dan menemukan beberapa sumur fiktif lainnya. “Hasil temuan di lapangan, posisi sumur bor itu (fiktif) dekat dengan sungai, sementara yang kami buat paling dekat 200 meter,” katanya.
Menurut dia, pelaksana program tersebut adalah Lembaga dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) UMP. TRGD Kalteng dalam waktu kurang dari setahun selesai membangun 3.225 sumur bor, 1.250 sekat kanal, dan 62 paket revitalisasi ekonomi dari total anggaran Rp 84 miliar. Anggraan ini berasal dari APBN. Selain TRGD, pada tahun 2017-2018 BRG juga membangun 8.875 sumur bor dan 2.534 sekat kanal. Selain itu, ada 92 paket revitalisasi ekonomi yang diberikan kepada masyarakat.
Total ada 12.100 sumur bor, 2.784 sekat kanal, dan 154 paket revitalisasi ekonomi di Kalteng. “Sumur bor dari BRG ataupun TRGD itu, bentuk dan spesifikasi sama. Jadi, harganya 3 juta-an per sumur bor.” Kata Arianto. Kepala LPPM UMP Nurul Hikmah Kartini sangsi jika ada sumur bor fiktif atau dibuat asal-asalan. Pasalnya, pihaknya sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Kalteng dan sudah selesai.
“Kalau ada kesalahan sedikit saja, akan dikembalikan. Maka, tidak mungkin ada yang begitu,” ujarnya saat ditemui di UMP. Nurul menambahkan minimal ada tujuh pipa yang ditanam dan disambung hingga mendapat air. “Tahun 2018, kami membuat 900 sumur bor,” ujarnya. Menanggapi temuan sumur bor fiktif ini, Deputi Bidang Edukasi, Sosialiasai, Partisipasi, dan Kemitraan BRG Myrna Safitri mengatakan, pihaknya sedang memeriksa semua program infrastruktur pembahasan selama Oktober tahun ini. “Terima kasih atas informasinya dan kami menindaklanjuti info itu,” ujarnya dalam pesan singkat.
Sumber : Kompas, 9 Septermber 2019
Komentar
Posting Komentar