Melaju dengan Mobil Listrik
Riset tentang kendaraan listrik terus dikembangkan. Kini tim peniliti dari Institut Teknologi Sepuluh November telah membuat mobil tipe supercar yang bisa melaju hingga kecepatan 160 kilometer per jam.
Sepeda motor listrik yang dikembangkan peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, yang dinamakan Gesits, baru diproduksi secara massal awal 2019. Kini, para peneliti melangkah untuk mengembangkan mobil listrik agar Indonesia tidak terus menjadi pasar kendaraan dari negara lain. Kendaraan listrik diyakini sebagai alat transportasi masa depan . Selain lebih hemat bahan bakar daripada kendaraan konvensional yang memakai sistem pembakaran dalam, kendaraan listrik juga lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi gas buang.
Maka dari itu, kendaraan listrik mulai menjadi tren global. Hal itu ditandai dengan kenaikan penjualan mobil listrik di dunia. Badan Energi Internasional (IEA) mencatat, penjualan mobil listrik di dunia terus melejit dalam dua tahun terakhir. Secara global, penjualan mobil listrik selama 2018 mencapai 5,1 juta unit, tumbuh 58 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3 juta unit. Tahun 2018, China menjadi negara dengan pembelian mobil listrik terbesar di dunia, mencapai 2,24 juta, disusul Amerika Seikat 1,13 juta unit, dan Norwegia 296.000 unit. Mereka tidak hanya menjadi konsumen mobil listrik, tetapi juga menjadi pemain yang memasok kebutuhan mobil listrik di negaranya sendiri.
Di dunia, sejumlah produsen mobil menjual mobil listrik murni, antara lain Tesla dari Amerika Serikat, BMW dan Marcedes-Benz dari Jerman, Nissan dari Jepang, dan BYD dari China. Beberapa model mobil listrik itu bahkan mulai dijual di Indonesia. Di segmen sepeda motor listrik, Gesits segera mendapat penantang dari merek Cakra asal China. Perkembangan mobil listrik sudah dibaca para peneliti dari Indonesia. Periset dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), misalnya meneliti mobil listrik sejak 2013. Pemerintah pun menginisiasi riset mobil listrik tahun 2012 dengan melibatkan lima perguruan tinggi, yakni ITS, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung.
“Rektor ITS saat ini, Prof Triyogi Yuwono, meminta kami membuat mobil listrik. Dalam kurang dari setahun, kami bisa membuat purwarupa mobil listrik Ezzy 1,” kata Direktur Pusat Unggulan Ipterk-Sistem dan Kontrol Otomotif ITS Nur Yuniarto, Sabtu (5/10/2019), di Surabaya, Jawa Timur. Ezzy 1 yang bergaya mobil perkotaan (city car) itu bisa dipacu dengan kecepatan 130 kilometer per jam. Mobil dengan empat tempat duduk itu didukung baterai jenis litium polimer dengan daya 20 kilowatt jam (kWh). Mobil itu bisa melaju 100 kilometer selama tiga jam setelah pengisian baterai 100 persen selama enam jam. Di mobil pertama ini, baterai dibeli dari China seharga Rp 200 juta.
“Mobil listrik Ezzy 1 sempat akan ikut pameran mobil listrik di Kediri, tetapi terbakar saat perjalanan. Itu membuat peneliti kian tertarik mengembangkan mobil listrik karena saat perjalanan arus baterai sudah diputus,” kata Nur. Tim peneliti yang kini berjumlah 70 orang mengembangkan teknologi mobil listrik. Dalam tujuh tahun riset, ITS memproduksi 10 purwarupa mobil listrik. Mobil yang diproduksi antara lain mobil perkotaan, supercar, mobil reli, dan kendaraan penumpang.
Generasi terbaru
Mobil listrik terbaru dan tercanggih buatan ITS ialah Lowo Ireng Reborn. Mobil bertipe supercar itu bisa melaju hingga 160 kilometer per jam. Mobil dua penumpang itu didukung baterai litium ion kapasitas 20 kWh yang bisa menjelajah sejauh 100 kilometer. Untuk pengisian daya, mobil itu mendukung teknologi pengisian daya cepat sehingga hanya butuh waktu tiga jam untuk mengisi baterai dalam keadaan kosong hingga penuh. Perkembangan antara mobil listrik generasi pertama dan terakhir terkait peningkatan kemampuan dan magnet untuk motor listrik. Para peneliti bisa memproduksi mobil listrik dengan kandungan lokal mencapai 90 persen. Salah satu komponen yang masih diimpor adalah magnet untuk motor listrik. “Untuk bateri, kami bekerja sama dengan UNS,” katanya.
Teknologi dalam pembuatan mobil listrik dinilai lebih mudah dibandingkan dengan mobil pembakaran dalam. Di mobil listrik komponen, yang digunakan tak serumit di mobil pembakaran dalam karena tidak mengalami pembakaran di suhu dan tekanan tinggi. Perbedaan utama antara mobil listrik dan mobil pembakaran dalam adalah di mesin dan sumber energi yang digunakan. Di mobil listrik, komponen utama terdiri dari motor listrik, inverter, gearbox, dan baterai. Salah satu bagian yang sulit ialah inverter atau jika di mobil pembakaran dalam bernama electronic control unit. Alat ini digunakan untuk mrngatur kecepatan motor listrik.
Untuk menembangkan teknologi mobil listrik, ITS awalnya meniru produk dari negara lain. Saat awal riset pada 2013, motor listrik yang digunakan sebagai acuan dibeli dari Inggris seharga Rp 250 juta yang dinilai tercanggih saat itu. Kemudian mobil listrik dibongkar untuk melihat teknologiyang dipakai agar bisa ditiru dan dimodifikasi para peneliti ITS. Nur mengatakan, Indonesia memiliki peluang menjadi salah satu pemain industri mobil listrik dunia. Sebab, riset mobil listrik dinilai cukup baik. Penguasaan teknologi mobil listrik pun tak kalah dibanding negara lain. Beberapa kampus, termasuk ITS, mampu membuat purwarupa mobil litrik.
“Penelitian mobil listrik di Indonesia tak terlalu ketinggalan, bahkan hampir sama dengan negara lain. Beda dengan kendaraan pembakaran internal yang ketinggalan hingga 50 tahun,” ucap Nur yang juga penulis buku Kendaraan Listrik, Teknologi untuk Bangsa. Rektor ITS Mochamad Ashari mengatakan, selain bekerja sama dengan perusahaan besar dalam prosuksi massal mobil listrik ITS, pihaknya membuka pemesanan dari masyarakat. Untuk satu mobil listrik dbanderol dengan harga Rp 200 juta hingga 1,5 miliar.
Kemampuan peneliti ITS mengembangkan motor listrik dikenal dan memiliki reputasi baik di Indonesia. Produk motor listrik dipakai bagi sejumlah produk, antara lain sepeda motor Gesits, mobil listrik, dan penggerak trem untuk PT INKA. “Produk inovasi yang dihasilkan ITS mengikuti keinginan pasar,” ucapnya. Hasil riset mobil listrik di Indonesia bisa digunakan untuk mewujudkan kemandirian mobil nasional. Jangan sampai capaian penguasaan teknologi terhenti di purwarupa. (Iqbal Basyari)
Sumber : Kompas, 7 Oktober 2019
Komentar
Posting Komentar